Info Pondok
Kamis, 16 Jan 2025
10 November 2024

Kaya Sebelum Miskin

Minggu, 10 November 2024 Kategori : Cerpen / Karya Santri

Tik tik tik

Suara rintik air hujan dan sedapnya bau tanah yang bercampur itu menemani malam yang sunyi.

Drrtt.. (suara handphone berdering).

“Assalamualaikum Bu,” terpampang wajah wanita paruh baya pada layar handphone, wanita yang sosoknya sangat ku rindukan hampir 6 bulan itu.

“Waalaikumsalam,” jawabnya dari seberang panggilan.

“Piye kabare nduk? Maaf ya beberapa bulan ini belum bisa nyambangi, ibu masih belum ada rezeki buat transportasi ke Bandung,” sambung sang Ibu seraya menampakkan kedua adiknya yang heboh kegirangan saat melihat kakaknya meski lewat layar.

“Alhamdulillah aku sehat buk, ndak apa apa buk insyaallah akhir bulan gajiku cair buk, jadi bisa beri Ibu sedikit rezeki.”

Sambungan telefon itu pun berlangsung selama satu jam dan berakhir pada pukul sembilan malam.

Aku menghela nafas mengingat hari ini adalah tahun ketiga berada di Kota Kembang, Bandung. Selain menjadi mahasiswi aktif aku pun memiliki pekerjaan sampingan menjadi barista disalah satu café ternama disana.

Sejak umur lima belas tahun, aku telah ditinggal ayah pulang untuk selama-lamanya, sehingga untuk menggapai keinginan melanjutkan pendidikan di Bandung butuh pengorbanan yanng besar, aku perlu mencari beasiswa dan kerja sampingan agar dapat memenuhi kebutuhan. Bagiku, jika hanya mengandalkan penghasilan Ibu yang hanya seorang penjahit tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah dan kedua adikku yang masih seorang pelajar.

≈≈≈≈≈≈

Keesokan Harinya.

Pukul setengah sepuluh siang, aku berjalan menuju kampus, namun tiba tiba aku melihat seseorang sedang berbagi makanan dalam rangka ‘Jumat berkah’.

“Kapan ya, bisa berbagi seperti itu,” monologku.

 

Seusai kelas, langit pun mulai petang dan aku tetap melanjutkan kegiatan ku sebagai seorang barista.

“Eh Yesha, sini dulu.” Panggil salah seorang senior barista.

“Ada apa ya kak?”

“Bayaranmu bulan ini sudah saya kirim di rekening kamu ya.” Setelah mengucapkan Terimakasih dan Senior itu kembali pada kerjaannya, aku pun segera memasan tiket untuk keluarga dan mengabarinya agar akhir pekan dapat berkunjung ke Bandung, karna tidak memungkinkan baginya untuk pulang kampung dengan jadwal dan tugas yang sangat padat.

≈≈≈≈≈≈

Akhir Pekan.

Yang ku nanti-nanti pun tiba, ibu dan kedua adiknya telah tiba di tempat tinggalnya dengan membawa banyak sekali makanan

“Loh, buk kok bawa banyak sekali makanannya.”

Ibu pun tersenyum padaku. “Ini itu buat bagi bagi ke tetangga kamu, sebagai rasa syukur atas rezeki yang telah Allah titipkan kepada kita.” timpal ibu seraya menghitung jumlah makanan yang tersedia dan siap untuk di bagikan.

Setelah sekitar lima belas makanan yang telah dibagikan, Aku dan Bunda menikmati udara dengan duduk diteras tempat tinggalku selama ini.

“Terimakasih ya buk, sudah mau berbagi ke tetangga yang ada disini.”

“Loh, ibu yang berterimakasih sama kamu karna sudah memberikan sebagian uang bayaranmu untuk disedekahkan kepada keluargamu, sebab itu, setelah dapat rezeki dari Allah lewat kamu, ibu sedekahkan lagi kepada orang lain,” tangan ibu pun mengelus pucuk kepalaku.

“Allah titipkan rezeki orang lain di setiap rezeki kita supaya kita belajar bersyukur. Dan keikhlasan dari setiap rezeki yang kita dapatkan akan mendatangkaqn keberkahan,” lanjut beliau dan ku beri pelukan hangat.

“ibu! Kakak!” berakhirlah kisah hangat kami dengan berpelukan di teras.

Red: Ariella Azizah

Artikel ini memiliki

0 Komentar

Tinggalkan Komentar