“Tidak ada senjata yang lebih tajam dan lebih sempurna lagi selain persatuan”
KH. Abdul Wahab Hasbullah
Sosok KH. Abdul Wahab Hasbullah merupakan tokoh yang sangat peduli dengan perkembangan masyarakat. Pada tahun 1926, saat pergerakan tanah air masih terjajah oleh pihak sekutu (Belanda), KH. Abdul Wahab hasbullah bersama dengan gurunya KH. Hasyim Asy’ari dan adik iparnya yang bernama KH. Bisri Syansuri mempelopori berdirinya organisasi Nahdlatul Ulama.
Pada masa penjajahan Belanda, NU tidak terlibat dalam kegiatan politik. Hal ini karena pada awalnya tujuan pendirian NU bukanlah sebagai partai politik. Akan tetapi aksi Belanda yang terus campur tangan terhadap urusan keagamaan tidak dapat dibiarkan begitu saja. Setiap propaganda yang dilakukan Belanda akhirnya menuai respon tajam dari berbagai kalangan terutama ulama dan organisasi islam.
KH. Abdul Wahab Hasbullah memiliki peran yang sangat penting dalam perjalanan kemerdekaan republik Indonesia. Pada masa pendudukan oleh Jepang tahun 1942, pemuda yang akrab disapa dengan sebutan Mbah Wahab ini menjadi panglima laskar hizbullah. Dalam operasi ini, bersama santri dan pasukannya, beliau berhasil membebaskan KH. Hasyim asy’ari pada tanggal 18 agustus 1942 setelah 4 bulan sebelumnya dipenjara dan disiksa oleh Jepang karena menolak melakukan seikerei (membungkuk dengan tujuan penghormatan terhadap dewa matahari).
Pengimplementasian fatwa resolusi jihad oleh KH. Hasyim asy’ari yang memantik pertempuran 10 November di surabaya juga tidak lepas peran dari KH. Abdul Wahab Hasbullah. Selama pertempuran ini berlangsung beliaulah yang memandu dan menjadi pemimpin dilapangan. Semasa hidupnya, tentu berbagai kesulitan beliau rasakan dalam menghadapi kolonial masa penjajahan. Meski begitu beliau mampu mengatasi setiap persoalan yang berhubungan dengan pemerintah kolonial dengan pribadi yang santai tapi tegas. Bahkan beliau masih bisa mengeluarkan humor-humor ala santri saat berpidato dihadapan para santrinya.
“Wahai saudara-saudaraku kaum pesantren, baik yang sudah sepuh (kyai) ataupun yang masih muda (santri), jangan sekali terbersit apalagi bercita-cita sebagai ambtenaar (pegawai zaman Belanda),” ucap Mbah Wahab.
“Mengapa kyai dan santri tidak boleh jadi ambtenaar? Jawabannya tiada lain tiada bukan karena itu singkatan dari antum fi an-nar. Tidak usah berhujjah susah-susah tentang ambtenaar, artinya ya tadi, ‘kalian di neraka’ titik”, lanjut Mbah Wahab yang membuat santri seketika tertawa dan bertepuk tangan.
Saat Jepang kalah perang dan menyerah kepada sekutu, KH. Abdul Wahab Hasbullah bersama KH. Hasyim Asy’ari tanpa ragu langsung menyatakan dukungan terhadap disahkannya negara kesatuan republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta. Dukungan ini kemudian dibuktikan oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah dan para ulama serta kalangan santri dengan keterlibatan mereka dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Pada 29 Desember 1971, KH. Abdul Wahab Hasbullah wafat dan dimakamkan di makam keluarga Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang. Berkat perjuangan dari KH. Abdul Wahab Hasbullah, pada 7 november 2014, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk memberi gelar pahlawan nasional untuk beliau.
Oleh : Ariella Azizah
Editor : Tim Jurnalistik Al Amanah
Tinggalkan Komentar