Info Pondok
Sabtu, 12 Okt 2024
29 Agustus 2024

Mutiara Kalam Imam Al-Ghazali Tentang Takwa Kepada Allah

Kamis, 29 Agustus 2024 Kategori : Hikmah / Pengajian

“Orang yang bertaqwa yakni pribadi yang mentaati perintah Allah, menjauhi larangan-laranganNya dan membersihkan hati dari dosa”

Diterangkan oleh As-syekh al-allamah abi muhammad bin muhammad bin muhammad al-ghazali  dalam kitab minhajul abidin.

Pembahasan takwa erat kaitannya dengan hubungan antar sesama manusia dan hubungan manusia dengan tuhannya. Adapun yang dimaksud bertaqwa antar sesama manusia adalah sikap saling menjaga hak-hak persaudaraan, menjauhi pertikaian dan permusuhan. Sedangkan bertaqwa kepada Allah yakni dengan selalu bersikap husnudzon/ berprasangka baik atas segala ketetapan Allah.

” ora nduwe suudzon marang gusti alloh iku arane takwalloh ”   jelas Nyai Ida Pengasuh Pondok Pesantren Al – Amanah.

Pada dasarnya taqwa merupakan wujud dari taat ibadah dan menjauhi maksiat pada Allah, selaras dengan firman Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an Surat Ali Imron : 102

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim

Maksud dari sebenar-benarnya takwa adalah seluruh jawarih (anggota) tubuh baik dhohir maupun bathin taat pada Allah.

Lanjut, Ibu Nyai Hj.Bashirotul Hidayah menjelaskan 3 tingkatan takwa didalam kitab minhajul abidin yakni :

  1. Taqwa dari perbuatan syirik.

Sikap ini berhubungan dengan aqidah/keimanan. Maksudnya yakni menjauhi perbuatan, ucapan maupun tindakan yang menyekutukan Allah. Seorang santri sudah semestinya memiliki pondasi keimanan yang kokoh dan ini ditempuh dengan mempelajari ilmu tauhid dengan tujuan dapat menghantarkan ia pada aqidah/ keimanan yang benar.

  1. Takwa dari bid’ah

Sikap ini berhubungan dengan ajaran syari’at / ibadah, yakni menjauhi ajaran yang menyimpang dari ahlussunah wal jama’ah, dengan cara belajar ilmu syari’at dari sumber yang tepat, kredibilitas keilmuannya dipercaya atau dikenal dengan istilah sanad keilmuan, ( mata rantai keilmuan ) seperti yang telah diajarkan dalam pesantren.

“ Santri harus berguru, tidak cukup memperoleh pengetahuan dari informasi youtube atau aplikasi -aplikasi lain, dan dengan mempelajari ilmu syari’at dari sumber yang tepat maka tidak rentan terjerumus pada perbuatan bid’ah.”   Imbuh Nyai  ida.

 

  1. Takwa dari cabang-cabangnya maksiat

Yakni berhubungan dengan Akhlaq al-karimah/ ilmu tasawuf , hal ini ditempuh dengan cara menjauhi perbuatan dosa / perbuatan yang mengotori hati . yang dimaksudkan dari ketiga derajat takwa adalah membersihkan hati dari setiap perbuatan dosa.

 

Terdapat beberapa pemaknaan lain dari  “taqwa” diantaranya, imam al-ghazali lanjut menjelaskan di dalam kitabnya , bahwasannya takwa ialah meninggalkan sesuatu yang membahayakan pada diri sendiri.

“makan berlebihan bisa membahayakan tubuh, tidur berlebihan dapat membahayakan jiwa, berbicara berlebihan bisa membahayakan agama/keimanannya. Jika kita bertakwa maka kita harus menjaga diri, baik jiwa raga dari hal-hal yang bisa membahayakan tubuh kita, Oleh karena itu membatasi diri dari perkara yang mubah-mubah itu juga termasuk taqwa. Tidak berlebih-lebihan pada perkara yang diperbolehkan merupakan bagian dari takwa ”  penjelasan nyai ida Terkait pemaknaan Takwa .

 

Selaras dengan Dawuh nabi  yang tertulis di dalam kitab minhajul abidin :

“ وروي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: “إنما سمي المتقون لتركهم ما لا بأس به حذراً للوقوع فيما به بأس ”

Adapun orang-orang yang Disebut bertakwa adalah mereka yang meninggalkan diri dari perkara yang membahayakan atau meninggalkan pada perkara yang bisa menjerumuskan bahaya pada diri sendiri

 

( red : ba’sun) بأس  bermakna bahaya, jadi berhati-hatilah jika kebanyakan makan bakso karena ba’sun membahayakan, imbuh beliau disela-sela memberikan penjelasan makna disertai gelak tawa para santri saat mengaji bersama.

Terakhir Hj.Bashirotul Hidayah yang juga ketua FORDAF Jatim memberikan penjelasan

“netepi kesaenan( kontinyu/istiqomah) ibadah sampai akhir hayat iku salah sijine substansi makna taqwa”

Pribadi yang muttaqin tidak hanya meninggalkan larangan-larangan tetapi juga menjaga hak-hak tuhan nya dengan beribadah sampai akhir hayatnya.

Artikel ini memiliki

0 Komentar

Tinggalkan Komentar